Cara Jitu Pantau Janin
Pada saat-saat kritis, adakalanya janin tidak mampu lagi “berjuang” untuk proses kelahirannya. Melalui pemantauan, kondisinya bisa dideteksi.
Meski proses persalinan adalah proses alamiah, perjalanan janin bisa saja tidak mulus. Dan, bila kehamilan Anda berisiko tinggi, yakni usia di atas 35 tahun, menderita penyakit (diabetes, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan ginjal), pernah mengalami kematian janin, serta sering melahirkan, pemantauan janin perlu dilakukan.
Lihat dulu denyut jantungnya
Pemantauan janin tak bisa dilakukan secara kasat mata, karena ia masih “bersembunyi” dalam rahim. Umumnya, pemantauan dilakukan dengan cara mendengar denyut jantung janin. Bukan hanya keras atau lemahnya denyut jantung, tetapi juga perubahan iramanya, terutama saat terjadi kontraksi rahim. Kenapa? Ketika janin stres, denyut jantung yang tadinya berirama dan kuat, bisa saja jadi tidak berirama dan melemah. Informasi ini perlu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan toleransi janin terhadap proses persalinan. Dokter juga bisa tahu apakah perlu intervensi atau tidak.
Sebagai catatan, denyut jantung normal yang menunjukkan bahwa janin tidak mengalami stres adalah 120-160 per menit, dengan variabilitas sekitar 5-25 denyut per menit.
Masih banyak cara lain
Berikut beberapa cara pemantauan janin yang juga biasa dilakukan:
• Fetoscope
• Dilakukan dengan stetoskop yang dirancang khusus untuk mendengarkan detak jantung janin.
• Cara ini sangat sederhana. Namun, jika ada kasus berisiko tinggi, pasien sedang diinduksi atau dalam pengobatan tertentu, fetoscope tidak dapat dipakai untuk memantau janin selama 24 jam nonstop.
• Doppler
• Menggunakan ultrasound atau gelombang suara.
• Dapat dilakukan ketika ibu kontraksi.
• Cara ini juga sederhana, namun tidak dapat dipakai sebagai pemantau yang terus menerus pada kehamilan risiko tinggi.
• Electronic fetal monitoring
• Melihat denyut jantung janin saat ibu berkontraksi.
• Pemakaian bisa berkesinambungan, bisa juga hanya sebentar.
• Bermanfaat bila digunakan pada ibu yang berisiko tinggi.
• Ibu kurang bisa bergerak bebas. Akibatnya, bisa memperlambat proses persalinan karena perhatiannya teralih ke mesin.
• Internal monitoring
• Lebih akurat daripada electronic fetal monitoring , karena menggunakan alat yang ditempelkan pada kepala janin.
• Untuk pemantauan berkesinambungan pada ibu yang berisiko tinggi.
• Digunakan jika ketuban sudah pecah dan pembukaan vagina sekitar 2–3 cm.
• Lebih berisiko menyebabkan infeksi pada janin atau ibu, karena ketuban sudah pecah. Makanya, digunakan jika kondisi janin berisiko tinggi atau butuh pemantauan yang lebih akurat.
• Telemetry monitoring
• Adalah cara terbaru untuk memantau janin.
• Menggunakan gelombang radio yang dihubungkan dengan transmitter (pemancar) kecil yang ditempelkan pada paha ibu. Transmitter berfungsi memancarkan suara denyut jantung janin, sehingga dapat dipantau dari ruang perawat.
• Untuk ibu hamil yang berisiko rendah, cara ini masih dipertanyakan.
Mana yang lebih cocok?
Tidak semua alat cocok untuk berbagai jenis kehamilan dan persalinan, karena tergantung dari cara persalinan, serta kondisi ibu dan janin. Kenapa?
• Ibu yang berisiko tinggi bisa jadi butuh pemantauan yang berkesinambungan selama proses persalinan. Pemantauan janin yang berkesinambungan tidak meningkatkan kondisi janin atau ibu dalam proses persalinan, tetapi hanya memantau dan membantu diagnosa dokter.
• Jika kondisi ibu dan janin baik, biasanya alat pantau berupa stetoskop, doppler, dan ultrasonografi (USG), sudah cukup efektif untuk memperkirakan kondisi bayi.
Retno W. Supriyadi
Konsultasi ilmiah: dr. Lastiko Bramantyo, Sp.OG, POGI Jaya, RSIA Hermina, Jakarta
Apa yang Bisa Dideteksi?
• Hambatan aliran darah dari tali pusat ke janin.
• Gangguan pada jantung yang menyebabkan gangguan iramanya.
• Kelainan posisi janin.
• Hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin
• Infeksi. Bisa untuk menduga adanya infeksi, tetapi tidak bisa langsung untuk mendiagnosa jenis infeksi.
• Tidak cukupnya pertukaran oksigen antara rahim dan plasenta/ari-ari.
• Stres pada janin.
Pada saat-saat kritis, adakalanya janin tidak mampu lagi “berjuang” untuk proses kelahirannya. Melalui pemantauan, kondisinya bisa dideteksi.
Meski proses persalinan adalah proses alamiah, perjalanan janin bisa saja tidak mulus. Dan, bila kehamilan Anda berisiko tinggi, yakni usia di atas 35 tahun, menderita penyakit (diabetes, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru, dan ginjal), pernah mengalami kematian janin, serta sering melahirkan, pemantauan janin perlu dilakukan.
Lihat dulu denyut jantungnya
Pemantauan janin tak bisa dilakukan secara kasat mata, karena ia masih “bersembunyi” dalam rahim. Umumnya, pemantauan dilakukan dengan cara mendengar denyut jantung janin. Bukan hanya keras atau lemahnya denyut jantung, tetapi juga perubahan iramanya, terutama saat terjadi kontraksi rahim. Kenapa? Ketika janin stres, denyut jantung yang tadinya berirama dan kuat, bisa saja jadi tidak berirama dan melemah. Informasi ini perlu untuk mengetahui sejauh mana kemampuan toleransi janin terhadap proses persalinan. Dokter juga bisa tahu apakah perlu intervensi atau tidak.
Sebagai catatan, denyut jantung normal yang menunjukkan bahwa janin tidak mengalami stres adalah 120-160 per menit, dengan variabilitas sekitar 5-25 denyut per menit.
Masih banyak cara lain
Berikut beberapa cara pemantauan janin yang juga biasa dilakukan:
• Fetoscope
• Dilakukan dengan stetoskop yang dirancang khusus untuk mendengarkan detak jantung janin.
• Cara ini sangat sederhana. Namun, jika ada kasus berisiko tinggi, pasien sedang diinduksi atau dalam pengobatan tertentu, fetoscope tidak dapat dipakai untuk memantau janin selama 24 jam nonstop.
• Doppler
• Menggunakan ultrasound atau gelombang suara.
• Dapat dilakukan ketika ibu kontraksi.
• Cara ini juga sederhana, namun tidak dapat dipakai sebagai pemantau yang terus menerus pada kehamilan risiko tinggi.
• Electronic fetal monitoring
• Melihat denyut jantung janin saat ibu berkontraksi.
• Pemakaian bisa berkesinambungan, bisa juga hanya sebentar.
• Bermanfaat bila digunakan pada ibu yang berisiko tinggi.
• Ibu kurang bisa bergerak bebas. Akibatnya, bisa memperlambat proses persalinan karena perhatiannya teralih ke mesin.
• Internal monitoring
• Lebih akurat daripada electronic fetal monitoring , karena menggunakan alat yang ditempelkan pada kepala janin.
• Untuk pemantauan berkesinambungan pada ibu yang berisiko tinggi.
• Digunakan jika ketuban sudah pecah dan pembukaan vagina sekitar 2–3 cm.
• Lebih berisiko menyebabkan infeksi pada janin atau ibu, karena ketuban sudah pecah. Makanya, digunakan jika kondisi janin berisiko tinggi atau butuh pemantauan yang lebih akurat.
• Telemetry monitoring
• Adalah cara terbaru untuk memantau janin.
• Menggunakan gelombang radio yang dihubungkan dengan transmitter (pemancar) kecil yang ditempelkan pada paha ibu. Transmitter berfungsi memancarkan suara denyut jantung janin, sehingga dapat dipantau dari ruang perawat.
• Untuk ibu hamil yang berisiko rendah, cara ini masih dipertanyakan.
Mana yang lebih cocok?
Tidak semua alat cocok untuk berbagai jenis kehamilan dan persalinan, karena tergantung dari cara persalinan, serta kondisi ibu dan janin. Kenapa?
• Ibu yang berisiko tinggi bisa jadi butuh pemantauan yang berkesinambungan selama proses persalinan. Pemantauan janin yang berkesinambungan tidak meningkatkan kondisi janin atau ibu dalam proses persalinan, tetapi hanya memantau dan membantu diagnosa dokter.
• Jika kondisi ibu dan janin baik, biasanya alat pantau berupa stetoskop, doppler, dan ultrasonografi (USG), sudah cukup efektif untuk memperkirakan kondisi bayi.
Retno W. Supriyadi
Konsultasi ilmiah: dr. Lastiko Bramantyo, Sp.OG, POGI Jaya, RSIA Hermina, Jakarta
Apa yang Bisa Dideteksi?
• Hambatan aliran darah dari tali pusat ke janin.
• Gangguan pada jantung yang menyebabkan gangguan iramanya.
• Kelainan posisi janin.
• Hipoksia (kekurangan oksigen) pada janin
• Infeksi. Bisa untuk menduga adanya infeksi, tetapi tidak bisa langsung untuk mendiagnosa jenis infeksi.
• Tidak cukupnya pertukaran oksigen antara rahim dan plasenta/ari-ari.
• Stres pada janin.
0 komentar:
Posting Komentar